Kamis, 10 November 2016

Merintis Jalan Kesehatan di Perbatasan Negeri



  



     Selepas lulus kuliah dan menjelajah ke benua Amerika melalui beasiswa, saya terpanggil untuk mengembalikan apa yang telah sepenuhnya saya peroleh dan dapatkan dari berbagai pihak pada negara ini. Saya ingin membaginya dengan anak bangsa sendiri serta memberikan segala keterbatasan pengetahuan saya untuk tumbuh bersama segenap anak bangsa.

    Perbatasan Indonesia, tepatnya Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara menjadi pilihan saya untuk berlabuh. Memilih hidup dan bekerja di kota kecil, terpencil dan jauh dari kampung halaman telah menjadi takdir yang saya penuhi. Menjadi seorang abdi negara melalui jalur PNS yang bekerja pada isu kesehatan dan pemberdayaan perempuan serta ketahanan keluarga membawa saya dalam petualngan yang penuh tantangan kurang lebih 7 tahun belakangan ini.


proses pertukaran pengetahuan di antara peer to peer group kader Posyandu
    Bagaimanapun, tantangan selalu ada di depan mata. Terlebih pada sebuah pulau terluar di Indonesia yang menjadi teras depan Republik ini. Hidup di sini tak pernah mudah karena sumberdaya kami sungguh terbatas, air yang sangat bergantung pada curah hujan serta listrik yang sering sekali mati dalam waktu yang tak bisa dibilang sebentar. Hidup di kota dengan segala fasilitas yang kurang membutuhkan daya juang yang luar biasa. Menuntut enegi lebih untuk bertarung dengan hidup demi memenangkan cita cita dan gagasan.
posyandu Limau di Kelurhana Nunukan Selatan kabupaten Nunukan


      Apa yang telah saya pelajari dan saya lakukan serta saksikan di Nunukan khususnya pada isu kesehatan perempuan dan anak anak membawa saya pada perenungan bahwa pendidikan kesehatan komunitas adalah hal yang sangat penting dikelola bersama oleh pemerintah dan masyarakat serta sektor lainnya  untuk melakukan sebuah perubahan. Contohnya pada Revitalisasi Posyandu. sejatinya, Posyandu adalah program pelayanan kesehatan yang berbasis pada pemberdayaan kelompok masyarakat di sekitar wilayah posyandu itu, melalui pembinaan kader kader Posyandu. Posyandu adalah benteng awal dan garda terdepan penjagaan kualitas kesehatan keluarga Indonesia, khususnya kesehatan ibu dan bayi/balita.

       Mari kita melihat persoalan yang lebih besar. Saat ini, Indonesia masih dihantui dengan tingginya kasus kematian ibu pasca melahirkan. Data  Angka kematian Ibu selalu berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas. Bukan karena sebab lain. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara target AKI di tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup. Jadi, target angka ini masih jauh dari yang harus dicapai. AKI sebesar 359 ini, 82 persennya terjadi pada persalinan ibu berusia muda, 14-20 tahun.  Ada berbagai penyebab kematian ibu. Menurut laporan rutin Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (39%), keracunan kehamilan (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%). Kondisi tersebut ditunjang pula dengan keadaan sosial ekonomi sebagian masyarakat yang masih berada digaris kemiskinan, fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang belum tersebar secara merata tenaga kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.(1).

   
      Data ini menunjukkan bahwa kita masih perlu melakukan berbagai terobosan dan pendekatan pada masyarakat untuk memutus rantai kematian ibu dan anak ini. Tentunya, kita mengetahui, bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya dan gerakan demi menaikkan kualitas hidup preempuan dalam bidang kesehatan. Misalnya, program Nusantara Sehat, Program Jaminan Persalinan yang telah dimodifikasi dan diintegrasikan ke dalam Program Keluarga Harapan. Sayangnya, pendekatan pemerintah dalam mengelola isu kesehatan sangat condong pada perspektif medis dan cenderung mngbaikan perspektif sosial budaya dan psikologi masyarakat. Sisi inilah yang menjadi tawaran saya, sebagai praktisi dari pemerintahan yang bukan berasal dari ilmu kesehatan, namun dari disiplin sosial. 
        Meskipun telah dituliskan pada data di atas bahwa  penyebab kematian ibu yang terkait kehamilan ini  adalah persoalan medis, namun sesungguhnya hal ini bisa dicegah melalui pendekatan komunikasi pada ibu selama proses kehamilan berlangsung atau pada proses persiapan kehamilan. Pengalaman kami di Nunukan, khususnya Kelurahan Nunukan Selatan menunjukkan bahwa pendekatan intensif pada masyrakat melalui advokasi, konseling, pendekatan persuasif kelompok dan pengelolaan isu isu kesehatan berbasis kelompok mengajarkan bahwa ada perubahan sikap dari masyarakat yang mempengaruhi keputusan mereka nantinya terkait persoalan kesehatan ibu da persalianan ini. masyrakat membutuhkan kita berbicara pada mereka, mensosialisasikan program menggunakan bahasa mereka dan merangkul kepercayaan, adat istiadat dan nilai yang telah mereka yakini turun temurun. Misalnya, untuk membawa seorang ibu yang telah terbiasa melahirkan melalui dukun dan tanpa prosedur medis yang standar ke fasilitas kesehatan, maka diperlukan pendekatan kultural dengan memperbolehkan pendampingan dukun pada proses persalinan tetapi segala tindakan medis tetap dilakukan oleh bidan atau dokter di fasilitas kesehatan. Hal ini bertujuan mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan sekaligus menjaga tradisi dan harmoni antara para pihak terkait. Pemerintah harus menjadi jembatan yang bisa memediasi kepentingan para pihak agar proses berjalan lancar.

       Saya menilai, pemerintah perlu memajukan upaya pendekatan komunikassi persuasif - sosiologis dan penggerakan pendidikan kelompok sehat yang berprinsip peer to peer group, di mana peran pemerintah adalah fasilitator dari kelompok masyarakat tersebut. Sehingga, cita cita Nawacita dan  spirit Revolusi Mental bisa dikerjakan melalui upaya membangun mental masyarakat sadar sehat akan tercapai. Lagipula, bukankah mencegah lebih baik dari mengobati?.
pendekatan peer to peer grop pada ujicoba pembinaan PKK kelurahan untuk Kader Posyandu


     Pendekatan sosial budaya harus diambil alih dan dikelola oleh humas - humas pemerintah, sebagai bagian dari unit informasi pemerintah yang menjadi penghubung dengan masyarakat. Humas bukan hanya bisa bekerja melaporkan hasil pekerjaan dan pencapaian dari sisi pemerintah, namun humas juga dituntut mampu membuat pemetaan dan analisa masalah, menawarkan strategi komunikasi kelompok dan model komunikasi yang harus di pilih oleh dinas terkait. Humas tidak boleh lagi mengungkung perannya dengan hanya memberi laporan searah pada pemerintah, namun juga harus proaktif ke masyarakat, melakukan kampanye kesehatan yang dikerjakan lintas sektor dengan dinas terkait. Dinas Kesehatan bisa saja menguasai isu medis dari sebuah kasus kematian ibu dan bayi, tapi seyogyanya humas yang memiliki peran dan kompetensi untuk menjadi juru bicara pemerintah dan sekaligus  teman bicara masyarakat untuk menggali nilai-nilai sosial dan budaya apa yang diyakini masyarakat dan  komunitas tertentu. Karena sekali lagi, 80 persen kasus kematian ibu dan bayi sesungguhnya bisa dicegah melalui pendekatan persuasif pada psikologi massa, merangkul nilai dan budaya masyarakat tetentu.
suasana pembelajaran komunitas 





     Melalui laporan kemajuan proyek Millenium Dvelopmnet Goals tahun 2015 yang dikeluarkan UNDP, yang menjadi rangkuman perjalanan proyek MDG’s di seluruh dunia, dalam bidang kesehatan, Indonesia ternyata tak mampu memenuhi janji dan targetnya. Indonesia dinyatakan pada posisi “on progress”, artinya belum berhasil namun masih ada upaya yang terus berlanjut dan dikerjakan di tengah masyarakat. Dalam laporan ini, kita bisa belajar dari pemerintah Iran yang bisa berhasil dalam program MDG’s, khususnya di bidang kesehatan karena mereka mengelola kelompok kelompok sehat (Health Community) secara konsisten dan melalui pendekatan sosial dan budaya masyarakat setempat dan pemanfaatn potensi lokal, naik melalui pendekatan tokoh masyarakat dan pertukaran pengalaman para pihak terkait.


sumber data /referensi  :
1. http://gizitinggi.org/masih-tingginya-angka-kematian-ibu.html

1 komentar: